Tragedi Tambang Ilegal Buru: LKPHI Soroti Lambannya Polisi, Desak Kapolri Turun Tangan

34

Ambon, Zonamaluku— Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lembaga Kajian dan Peduli Hukum Indonesia (LKPHI) Maluku mendesak Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk segera mengevaluasi Kapolda Maluku, Irjen Pol Prof. Dr. Dadang Hartanto, dan Kapolres Buru, AKBP Sulastri Sukidjang. Desakan ini menyusul tewasnya tiga penambang emas ilegal di kawasan Gunung Botak, Desa Wamsait, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, Maluku.

 

Direktur Eksekutif DPD LKPHI Maluku, M. Husen Marasabessy, menilai kinerja jajaran Polda Maluku lamban dan buruk dalam mengawasi aktivitas pertambangan ilegal yang telah lama berlangsung di wilayah tersebut.

 

 “Tragedi ini menjadi bukti nyata lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di sektor pertambangan ilegal. Kapolri harus turun tangan mengevaluasi kinerja Kapolda Maluku dan Kapolres Buru,” tegas Marasabessy dalam keterangannya, Selasa (30/9/2025).

 

Tiga korban bernama Asri (37), Tasid Jawa (37), dan La Onyong (39) ditemukan tewas terperangkap di dalam lubang galian tambang pada Rabu (24/9/2025) saat melakukan aktivitas penambangan emas tanpa izin.

 

Marasabessy menjelaskan, aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) telah menimbulkan kerusakan lingkungan serius dan mengancam keselamatan masyarakat. Padahal, kegiatan tersebut jelas melanggar Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan ancaman pidana penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.

 

Selain itu, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga mengatur sanksi pidana terhadap perusakan lingkungan akibat aktivitas ilegal. Bahkan, Pasal 359 KUHP dapat dikenakan kepada pihak yang lalai hingga menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.

 

Karena sudah memakan korban jiwa, LKPHI Maluku menilai penanganan PETI di Gunung Botak tidak bisa lagi sebatas penertiban administratif. Polda Maluku, khususnya Polres Pulau Buru, diminta untuk segera:

 

1. Melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap kepemilikan dan izin PETI.

 

2. Menindak secara hukum pemilik dan pihak yang bertanggung jawab atas kelalaian dan aktivitas ilegal.

 

3. Menutup dan menertibkan seluruh lokasi tambang ilegal.

 

 

 “Para pelaku harus bertanggung jawab penuh atas korban jiwa yang terjadi. Penegakan hukum harus tegas dan transparan, jangan sampai tambang ilegal ini menjadi ‘ternak peliharaan’ oknum aparat,” ujar Marasabessy.

 

 

Ia menegaskan, aktivitas PETI tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga kerap memicu konflik horizontal di masyarakat serta memakan korban jiwa. Karena itu, LKPHI Maluku mendesak pemerintah, aparat penegak hukum, dan semua pihak terkait untuk menunjukkan komitmen nyata dalam melindungi keselamatan rakyat dan kelestarian lingkungan.

 

 “Keselamatan rakyat jauh lebih berharga daripada keuntungan segelintir orang,” pungkasnya.(ZM)